MADIUN : News 7
Polres Madiun Kota mengoptimalkan peran tim cyber patrol (patroli di dunia maya) untuk menelusuri beberapa situs atau pihak yang menyebarkan berita hoax di internet. Tindakan tegas menanti bagi mereka yang terbukti melakukan hal tersebut.
Hal itu dikatakan Kapolres Madiun Kota, AKBP Dewa Putu Eka Darmawan dalam acara cangkrukan bersama perwakilan awak media, mahasiswa dan pelajar di Edu Park Ngrowo Bening Madiun, Kamis (3/2/2022). Kegiatan tersebut dilaksanakan menjelang Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang tepatnya tanggal 9 Februari 2022 nanti, acara cangkruan tersebut dengan mengangkat tema “Peran serta Pers dan Masyarakat Dalam Rangka Memerangi dan Menangkal Hoax Guna Menciptakan Situasi Aman dan Kondusif di Kota Madiun”.
Akbp Dewa Putu menyebut, jika ditemukan ada pelanggar atau penyebar informasi hoax, Polri akan menerapkan UU ITE. Ini mengingat informasi hoax sangat berbahaya ketika ditelan mentah-mentah oleh masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, hoax juga bisa berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat.
“Jadi memang anggota kita ada yang patroli di dunia Maya, ada juga yang mengamati medsos yang ada. Kalau di Kota Madiun ada konten yang bermuatan SARA itu menjadi intens untuk kita waspadai atau kita bisa mengambil sikap agar tidak menyebar luas karena menimbulkan dampak yang berbahaya,” ujarnya.
Di Kota Madiun, kata Kapolres, saat ini tergolong kondusif. Karenanya ia meminta peran serta masyarakat untuk bijak bermedia sosial. Sebab ia tidak ingin masyarakat terjebak ke dalam informasi yang belum tentu kebenarannya.
Ketua PWI Madiun Siswo Widodo menyampaikan “Ada perbedaan Media massa dan Media sosial, kalau Media massa (Media cetak, televisi, radio, online) memiliki rambu-rambu dan dipayungi hukum oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ada kode etik jurnalistik, sehingga jurnalis cenderung lebih berhati-hati karena ada pengawasan dari Organisasi, Dewan Pers, Redaksi dan masyarakat. Sedangkan Media Sosial cenderung lebih liar contoh untuk membuat Akun saja tidak perlu Berbadan hukum.”
Sementara itu akademisi dari Universitas Merdeka (Unmer) Madiun, Dr. Nunik Hariyani S.Sos, M.A. menyatakan, dari hasil penelitian, 62,10 persen hoax disebarkan berupa tulisan. Kemudian 37,50 persen berupa gambar, dan 0,40 persen berupa video. Sedangkan berdasarkan data yang ada, saluran terbesar penyebar hoax adalah media sosial. Urutan tertinggi yang digunakan adalah Facebook. Disusul Instagram, Twitter, YouTube dan tiktok.
“Artinya apa, media sosial beresiko sangat tinggi untuk diterpa atau bahkan melakukan hoax. Jadi ciri hoax itu ketika kita mendapatkan informasi itu palsu, informasi bohong, tidak memiliki sumber yang pasti dan ketika informasi itu mengakali kita sebagai pembaca atau pendengar, dimana informasi itu tujuannya memutarkan balikkan fakta dan menyesatkan, itulah hoax,” tuturnya.
Dekan FISIP Unmer Madiun itu menyarankan masyarakat untuk menahan diri tidak menyebarkan informasi yang belum diketahui sumber dan kebenarannya. Dengan begitu secara tidak langsung masyarakat ikut memerangi dan menangkal informasi hoax.
“Saring benar-benar informasi itu sebelum dibagikan atau diteruskan ke orang lain,” pungkasnya.