Dr Lia Istifhama Tokoh Perempuan Jatim Penuh Inovasi

0
406

Surabaya ; News 7

Dr Lia Istifhama dikenal sebagai tokoh dan aktivis perempuan di Jawa Timur yang konsen terhadap permasalahan kaum Perempuan. 

Sebagai Ketua DPP Perempuan Tani (PT) HKTI Jawa Timur terus konsen dalam pendampingan petani perempuan di Jatim, dari data saat ini petani perempuan 72 persen dibandingkan petani laki-laki yang jumlahnya lebih sedikit yakni 28 persen.

Tentu dari jumlah tersebut kaum perempuan untuk memainkan peran dengan baik dalam membantu Pemerintah terkait Ketahanan Pangan yang saat ini menjadi salah satu fokus Pemerintahan Presiden Jokowi.

“Alhamdulillah, program dan tujuan kami ( DPP Perempuan Tani HKTI Jawa Timur red) bersama-sama kita wujudkan dalam  membesarkan perempuan tani sebagai salah satu bentuk pengabdian kepada negara dan yang terpenting membantu dalam program Pemerintah Pusat terkait ketahanan pangan,” ungkap Ning lia sapaan akrab Dr Lia Istifhama.

Seakan tak kenal lelah, Ning Lia juga intens melakukan pendampingan dalam sektor pertanian di berbagai daerah di Jatim. Dalam kunjungan disetiap daerah Ning Lia selalu menggelorakan kualitas pertanian dengan karakter SUBUR, yakni petani harus memanfaatkan pemakaian Pupuk Organik.

“Karena penggunaan pupuk hayati organik tidak menyisakan bahan kimia yang merusak lingkungan sekitar pertanian. Harus kita ketahui, umumnya yang bersifat organik dan alami, akan lebih sehat. Sehat ini sekaligus sehat dari dalam dan luar. Sehat dalam adalah bahwa komposisi yang ada di dalam pertumbuhan pertanian, tidak tercampur dengan bahan kimia. Sedangkan sehat dari luar adalah bahwa residu atau pembuangan selama proses cocok tanam, tidak tercampur dengan bahan kimia yang khawatirnya memiliki dampak kurang bagus untuk lingkungan sekitar,” papar putri Alm KH Masykur Hasyim ini.

Konsen Terhadap Permasalahan Kaum Perempuan dan Kekerasan Anak

Selain masalah Pertanian, Ning Lia juga focus dalam memperjuangkan permasalahan hukum yang menimpa kaum perempuan dan anak. Terakhir Ning Lia konsen dan bereaksi terkait Rancangan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang sebelumnya berjudul RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belum juga disahkan hingga hari ini, meskipun RUU tersebut sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan sejak Tahun 2012 lalu.

“Fakta saat ini, tingginya beragam macam kasus kejahatan atau kekerasan seksual, maka RUU TPKS ataupun regulasi lainnya yang bertujuan menekan kasus tersebut, harus kita dukung.

Terkait permasalahan anak, sebagai orang tua dan juga bagian masyarakat, kita semua tentunya wajib menjaga keselamatan anak-anak kita dan generasi mendatang. Bagaimana kehidupan mereka tetap nyaman, aman, dan bahagia, adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua mereka,”imbuhnya.

Dengan tegas dan lugas dirinya berharap pelaku kejahanan terhadap Perempuan maupun kejahatan anak harus ada efek jera pelaku, sebagai contoh hukuman kebiri, bagi pelaku kejahatan seksual.

“Sanksi yang berat sangat diperlukan sebagai efek jera atas kejahatan seksual. Jika tidak, maka pelaku kejahatan seksual bisa berpotensi dimanapun, kapanpun, pada siapapun. Hal ini disebabkan sanksi hukuman yang dianggap ringan oleh mereka. Namun sebaliknya, jika sanksi berat diberlakukan, sebagai contoh kebiri, maka ini akan menjadi shock therapy dan secara psikologis mencegah seseorang melakukan kejahatan tersebut.” tegasnya.

Ditanya bagaimana penanganan terkait korban pelecehan seksual yang menimpa kaum Perempuan, Dengan tegas pula dirinya menegaskan agar semua orang harus adil dengan memikirkan sisi traumatis yang dialami korban pelecehan seksual.

“Kebetulan saya pernah melakukan studi penelitian tentang resiliensi korban pelecehan. Dari studi tersebut, diketahui bahwa anak-anak memang mengalami trauma yang sangat mendalam. Bahkan, kadang kala banyak yang justru stress karena diinterogasi pihak tertentu tentang detail kejadian yang dialami mereka. Hal ini justru membuat mereka seolah dipaksakan mengingat pengalaman yang sangat pahit tersebut.

Selain itu, Lia juga melakukan studi yang menjelaskan bahwa perempuan korban pelecehan seksual, lebih cepat memasuki fase resiliensi, yaitu bangkit dari masa trauma. Namun beda jauh dengan korban yang laki-laki. 

Bahkan kita harus jujur, anak laki-laki yang pernah menjadi korban, kebanyakan mengalami perubahan psikologis yang tidak mudah untuk dikembalikan,” paparnya

Selalu Mengedukasi Penggunaan Media Sosial Secara Benar dan Baik

Ning Lia juga dikenal kosen dalam edukasi penggunaan media sosial. Dirinya mengajak seluruh pihak terutama orang tua untuk dapat bersinergi untuk memberikan edukasi penggunaan media sosial sebagai filter dari konten negatif maupun yang bersifat perundungan yang saat ini marak.

“Filter konten yang tidak sehat secara moral, seharusnya dapat dilakukan oleh sinergi banyak pihak, mulai orang tua, pihak sekolah dan instansi terkat. Karena jika masyarakat saja yang rajin membuat laporan tapi kurang didukung pihak-pihak lainnya yang berwenang, maka tidak akan efektif’, tegasnya.

Aktivis yang sebelumnya meraih penghargaan sebagai Tokoh Peduli Covid 19 versi ARCI, juga menambahkan pentingnya penguatan etika bijak bersosmed dari berbagai pihak.

“Dalam hal ini, alangkah baiknya jika kita bertindak dalam sosmed melalui sinergi segitiga komunikasi. Pertama, saat kita menulis sebuah komentar ataupun postingan, kita pikir dulu, bagaimana dampak untuk diri kita sendiri. Ada manfaat tidak yah bagi orang lain.

Kedua, kita melihat aspek orang lain. Semisal, jika kita menulis suatu hal, orang lain suka tidak ya? Adakah yang marah atau tersinggung, dan sebagainya. 

Yang ketiga, kita lihat dampak feedback antara kita dan orang lain. Yaitu, kita mengukur dan mengamati, respon orang lain seperti apa setelah kita komentar atau posting?” jelasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini