- Advertisement -spot_img
BerandaNewsBHS ;Proyek Bendungan Wadas Tak Layak dan Dipaksakan

BHS ;Proyek Bendungan Wadas Tak Layak dan Dipaksakan

- Advertisement -spot_img

JAKARTA : News 7

Pembangunan Bendungan Bener di wilayah Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, masih menjadi polemik hingga saat ini. Sejumlah pihak menduga proyek senilai Rp2,1 triliun itu sarat kepentingan pribadi dan kelompok.

Dugaan itu juga dilontarkan oleh Bambang Haryo Soekartono. Politikus Partai Gerindra ini mempertanyakan urgensi pembangunan Bendungan Bener dengan menggusur wilayah Desa Wadas yang subur dan menjadi sumber penghidupan bagi warganya turun-temurun.

“Saya mendunga ada konspirasi dan unsur KKN untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu dalam proyek tersebut. Sebab dlihat dari berbagai segi, proyek itu sebenarnya tidak layak, terlalu dipaksakan,” katanya, Sabtu (23/4/2022).

Menurut dia, di wilayah Purworejo, Wonosobo dan Kulonprogo sangat berlimpah air dari sejumlah sungai. Bahkan sudah ada tiga bendungan atau waduk di sekitar Desa Wadas, seperti Waduk Wadaslintang yang berjarak sekitar 25 km dengan volume sekitar 500 juta m3. Waduk ini sudah berfungsi sejak tahun 1998 (era Presiden Soeharto).

Selain itu, lanjut Bambang Haryo, ada Waduk Mrica yang bervolume sekitar 47 juta m3 serta Waduk Sempor dengan volume 56,7 juta m3 yang berjarak sekitar 50 km dari wilayah Desa Wadas.

“Ketiga waduk tersebut sudah berfungsi sebagai irigasi, air baku dan pembangkit tenaga listrik di wilayah Banjarnegara, Kebumen, Purworejo, dan bahkan sebagian Kulonprogo,” ujar anggota DPR RI periode 2014-2019 ini.

Sedangkan volume Waduk Bener yang sedang dalam pembangunan sangat besar sekitar 90 juta m3 yang sampai saat ini belum direncanakan manfaatnya untuk irigasi wilayah mana. Bahkan fungsi air baku dari waduk ini hanya digunakan untuk Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) dan penanggulangan banjir di wilayah Purworejo.

“Perencanaan proyek ini terkesan terlalu dipaksakan dan asal-asalan karena irigasi di wilayah Purworejo dan Kulonprogo sudah sangat sempurna dialiri dari berbagai sumber air sungai,” kata Bambang Haryo yang juga biasa disapa BHS.

Bahkan, tuturnya, di wilayah Kecamatan Wadaspun semua sawah sudah berfungsi secara penuh untuk mendapatkan air 24 jam setiap hari dari Sungai Pelus, termasuk juga wilayah Magelang dan Kebumen.

“Air bakupun dikatakan untuk YIA, padahal bandara itu diapit oleh hilir atau muara dari sumber Sungai Bogowonto dan Sungai Serang yang mempunyai air baku yang sangat melimpah dan malah dikhawatirkan akan memberikan dampak banjir di kawasan YIA,” kata BHS.

Kementerian PUPR bahkan berencana membangun long storage (kolam retensi) untuk penambungan air serta pengerukan dan pelebaran sungai di muara Sungai Bogowonto dan Sungai serang yang mengapit bandara tersebut. “Tentunya ini bisa dimanfaatkan sebagai air baku untuk bandara itu, lalu air baku dari Waduk Wadas untuk YIA buat apalagi?”

Anggota Dewan Pakar Gerindra ini menambahkan, Waduk Wadas dikatakan untuk mencegah banjir di wilayah Purworejo juga tidak tepat. Sebab Purworejo berada di bawah waduk itu sehingga tidak tepat posisi waduk dibandingkan lokasi banjir yang berada di bawah waduk tersebut.

“Harusnya terbalik, waduk penampungan berada di bawah lokasi banjir, sebab bila bendungan waduk dengan ketinggian sekitar 150-200 meter itu jebol maka air waduk bisa menenggelamkan seluruh Kabupaten Purworejo, bahkan Kulonprogo,” ujarnya.

Mantan Ketua Bidang Infrastruktur Kadin ini heran waduk yang dibangun oleh dua kontraktor yakni PT Waskita Karya dan PT PP membangun dua sisi dinding yang sama tapi PP menggunakan bahan baku andesit untuk pondasi, sedangkan Waskita tidak menggunakan andesit untuk membangun dasar dan sisi dinding lainnya.

“Mengapa untuk mendapatkan andesit harus merusak Desa Wadas yang sudah makmur dan ekosistemnya bagus, bahkan memanipulasi informasi dan mengintimidasi rakyat di desa itu,” ungkap BHS.

Dia khawatir ada pihak yang tidak sekadar menginginkan batu andesit yang dikenal sebagai serat emas. Proyek Wadas ini dinilai tidak ada manfaatnya seperti beberapa proyek yang dibangun akhir-akhir ini, termasuk long storage Kali Mati di Sidoarjo.

Sejak rampung tahun 2019 hingga saat ini, ungkap BHS, proyek long storage yang menelan biaya sekitar Rp500 miliar dan berkapasitas 4 juta m3 itu tidak dimanfaatkan sama sekali untuk irigasi air baku atau lainnya.

“Pemerintah harus ingat APBN berasal dari uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompokj,” tegasnya. ( * )

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini